Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an
setiap minggu, dengan setiap hari membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan
melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya
kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang
mulia, seperti : Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena
memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga
hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada
Abdullah bin Amr : "Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab
Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit
Tafsir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Wednesday, May 10, 2017
MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
Segala puji bagi Allah, yang telah
menurunkan kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala
sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga
shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang
diutus Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang
muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak
membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan
dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang
diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan
kepada umat manusia dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling
luhur dan paling sempurna.
QIYAM RAMADHAN
1.
Dalilnya
1.
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda : "Barangsiapa
mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari
Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2.
Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan
adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka
barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan
mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan
ibunya." (HR. An
Nasa'i, katanya : yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth
dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya
nash-nash lain yang memperkuatnya.
PESAN DAN NASIHAT
Manfaatkan dan pergunakan masa
hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut
datang menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam
setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu
Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan
dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda
taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat,
karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang
atau tidak?
PUASA YANG DISUNATKAN
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan
Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan
15 (disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan
Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari ‘Asyuraa
(tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk
mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum
Yahudi.
KEWAJIBAN ORANG YANG BERPUASA
Orang yang berpuasa, juga
lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan
kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan
orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga
telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang
haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
a.
Makan dan
minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
b.
Jima'
(bersenggama).
c.
Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan
yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
d.
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman
atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak
membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
HUKUM JIMA’ PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN
Diharamkan melakukan jima'
(bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya
harus meng-gadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat)
yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua
bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin, dan
jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah
Ta'ala."Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri
Ramadhan, him. 102-108.
HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada
bulan Ramadhan bagi empat golongan :
a.
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang
boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah
afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa
mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala : " …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan lalu ia berbuka), maka wajiblah banginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... "
(Al-Baqarah:184). Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian
tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang
ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
SUNAH-SUNAH PUASA
Sunah puasa ada enam
:
a. Mengakhirkan sahur sampai akhir
waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
b. Segera berbuka puasa bila
benar-benar matahari terbenam.
c. Memperbanyak amal kebaikan,
terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan
zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat,
sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
d. Jika dicaci maki, supaya
mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang
mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat
jahat kepadanya, tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan
pahala dan terhindar dari dosa.
e. Berdo'a ketika berbuka sesuai
dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku berpuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku berpuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
f. Berbuka dengan kurma segar,
jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan
air.
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari
makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai
terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ...
"(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa
Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan
setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari.
Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan
disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan
dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa
Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas
setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu
untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan
?
Adapun syarat-syarat wajibnya
puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan
puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil
disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat
pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan
diri.
6. Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
- Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
- Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
- Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
- Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
- Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
- Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. "(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak
sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan
meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
FIKIH
FIKIH QURBAN
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah
hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian
ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah
menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah,
Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga
Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa
disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf
ha’ tipis)
Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)
Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)
Pengertian Udh-hiyah
Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)
Keutamaan Qurban
Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)
Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)
TUNTUNAN IBADAH DI BULAN RAMADHAN
Assalamualaikum
warohmatullahi wabarokatuh
Segala puji
bagi Allah Subhanahu wata’ala. Kita memuji, memohan pertolongan dan meminta
ampun kepadaNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan
amal perbuatan. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wata’ala maka
tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan oleh Allah maka
tidak ada yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa
Muhammad itu adalah hamba dan RasulNya.
Hanya kepada
Allah saya memohan petunjuk, taufik serta kekuatan untuk selalu menjauhi
laranganNya, untuk diri saya sendiri dan untuk segenap umat Islam. Dan
mudah-mudahan Dia menjauhkan kita dari hal-hal yang diharamkan serta menjaga
kita dari hal-hal yang buruk, sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan
Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.
DAFTAR ISI :
4. HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
5. SUNAH-SUNAH PUASA
6. HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
7. HUKUM JIMA’ PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN
8. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
9. KEWAJIBAN ORANG YANG BERPUASA
10. PUASA YANG DISUNATKAN
11. PESAN DAN NASIHAT
12. QIYAM RAMADHAN
13. MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
14. KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
5. SUNAH-SUNAH PUASA
6. HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
7. HUKUM JIMA’ PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN
8. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
9. KEWAJIBAN ORANG YANG BERPUASA
10. PUASA YANG DISUNATKAN
11. PESAN DAN NASIHAT
12. QIYAM RAMADHAN
13. MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA
14. KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun
keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
Islam
didirikan di atas lima sendi, yaitu : syahadat tiada sembahan yang haq selain
Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan pergi haji ke Baitul Haram." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu
sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan
ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah
telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah
lainnya. Firman Allah dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
: "Puasa itu
untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa
dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma
kesturi."
(Hadits Muttafaq
'Alaih).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
: "Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan
dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
KEUTAMAAN PUASA
1.
Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu
'alaihi wasallam
bersabda:
"Setiap amal yang
dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali
lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, ‘Kecuali
puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan
syahwat, makan dan minumnya karena-Ku. 'Orang yang berpuasa mendapatkan dua
kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa
dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma
kesturi."
2.
Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah?
Perlu diketahui, bahwa
ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat
ini -yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah-, kecuali setelah
ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah
dalam segala hal, seperti : dusta, kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang
lain dalam masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi
shallallahu
'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan
puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari) .
Inti pernyataan ini, bahwa tidak
sempurna ber-taqawub kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan
hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan hal-hal yang haram. Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal
yang haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal
yang mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan
ber-taqarrub dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan
minum berniat agar kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat
pahala karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat
agar kuat beramal (bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa
senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan malam harinya.Dikabulkan do'anya
ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa
dan sabar, sedang pada malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan
bersyukur.
3.
Syarat mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka
puasa dengan yang halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk
orang yang menahan diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang
diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan doanya.
Orang berpuasa yang berjihad
:
Perlu diketahui bahwa orang mukmin
pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
1.
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
2.
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua
jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya
diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma'arif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 163,165 dan 183.
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
1.
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu :
Adalah Rasulullah
SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang
kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa
didalamnya, pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup
dan para setan diikat, juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak
memperoleh apa-apa." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2.
Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda
:
"Telah datang
kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini
dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah
melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para
malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu.
Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan
ini."
(HR. Ath
Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya)., Al-Mundziri berkata:
"Diriwayatkan olehAn-Nasa'i dan Al-Baihaqi, keduanya ari
Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi
setahuku dia tidak pernah mendengar darinya."
3.
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda
:
"Umatku
pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat
sebelumnya, yaitu : bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari
pada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka
berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman
(kepada Surga), Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari
beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, pada bulan ini para jin yang
jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya,
dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai
Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang
yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya." (HR. Ahmad)" Isnad
hadits tersebut dha'if, dan
diantara bagiannya ada nash-nash lain
yang memperkuatnya.
Monday, May 8, 2017
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari
seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar."
(Al-Qadr: 1-5), Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam
Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (Ad Dukhaan : 3) Dan malam itu
berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala : "Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu
berkata : "Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus
dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar.
Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar
karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena
pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana
firman Allah : "Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4).
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
A.
Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampauli batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (Az-Zumar: 53), "Dan barangsiapa mengerjakan
kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada
Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang
kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan
kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu,
sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang
"(Al-A'raaf:
153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An-Nur:
31).
"Maka mengapa mereka tidak
bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui,
bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan
bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah:
104).
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya
adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak
berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga syarat taubat :
1.
Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
2.
Menyesali perbuatannya.
3.
Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini
tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan. Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan. Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada
Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu
diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak
sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya
melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah
menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni
dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya
serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Amin.
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa puasa
bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan
sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya)
yang Kemudian”. "Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena
iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang
datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi
meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam
bersabda : "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya
(ketentuan-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka
dihapus dosanya yang telah lalu."
Ampunan dosa tergantung pada
terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban
dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan
dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits
riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Shalat
lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan
berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut,
selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang
bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah
puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan
melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka
tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di
setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja
dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni
dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk
tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan
diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung.
(An-Nur : 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta
'ala berfirman : "Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At-Tahrim : 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada
Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan
bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar
melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
CATATAN PENTING
1.
Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi
pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi
tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru seharusnya
adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta'ala berfirman :
"Makan dan
minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf." (Al-A'raaf: 31). Ayat ini
termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar : "Allah
mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas
membacakan ayat ini. ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan
minum yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Makanlah,
minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan
dan kesombongan."
(HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam
bersabda lagi : “Tiada tempat yang
lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka
beberapa snap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika
hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk
makanannya, minumnya dan nafasnya." (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu
Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini
merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 452.)
FATWA-FATWA PENTING
A.
FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA :
v
Seorang
sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan
minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab : "Allah telah memberimu
makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad
shahih disebutkan "Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya,
sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada
hari pertama di bulan Ramadhan.
v
Pernah juga
beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau : "Yaitu terangnya
siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa'i). "Seorang sahabat bertanya: "Saya
mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana
hukumnya-? Jawab beliau : "Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub,
lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah,
karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang
belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap
agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan
sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa." (HR. Muslim).
v
Beliau pernah
ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab : "Terserah Kamu,
boleh berpuasa boleh pula berbuka." (HR. Muslim).
v
Hamzah bin
'Amr pernah bertanya : "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan,
apakah saya berdosa?" Beliau menjawab : "Ia adalah rukhshah (keringanan) dari
Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa
maka ia tidak berdosa." (HR. Muslim).
v
Sewaktu
ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu
jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya
dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah
Maha Pemaaf dan Pengampun." (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
v
Ketika ditanya
oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal sedangkan ia
berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi,
bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul
Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan
untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka
dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)" (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat
fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+-
3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib
baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama
sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin.
HIKMAH DISYARI’ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya
zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat
diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan
nikmat-Nya.
b. Zakat fitrah juga merupakan
bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka
dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita
dengan segala anugerah nikmat-Nya.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia
dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah
karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan
memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka
untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58).
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58).
PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma
-dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat
'Id. Tetapi pada'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau
pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul
Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya,
dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera
menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta
'ala berfirman : "Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh dalam mengikuti
sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali
setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau
senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam
melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat
duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan
Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak
mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari
Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Dia membaca hamdalah dan memuji
Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar
mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallah u
'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada
raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat
"Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian
beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain
membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah,
sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan
khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang
berbeda ketika yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu
berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara
yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma, ia berkata : "Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai
shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya." (HR. Al Bukhari dan Muslim dan
yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu
'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa
berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di
bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i,
meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda :
"Puasa Ramadhan
(ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari
(di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa
berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri
berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang
dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu
tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan
memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1.
Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2.
Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi
sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti
perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa
Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia
menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak
mengatakan: "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh
karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan
kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika
seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu
merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.
Puasa Ramadhan sebagaimana disebutkan di muka dapat mendatangkan
maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan
mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian
hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur
atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan
dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian
ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah
dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia
malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul,
ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya
kembali. Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah
kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat menjadi cerai berai kembali." (An-Nahl: 92)
5.
Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang
dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan
Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih
hidup.
Orang yang setelah Ramadhan
berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang
yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak
sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa
berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka
sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang
bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti
kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi
benci.
Seorang Ulama salaf ditanya
tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi
jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar :
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di
bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan
sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang
yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena
hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya.
Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah
melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang
mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa
shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah
disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat,
di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu,
merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada
hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa
dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.
Keutamaan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir
130- KEUTAMAAN TASBIH, TAHMID,
TAHLIL DAN TAKBIR
131- BAGAIMANA CARA NABI SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM MEMBACA TASBIH
254- قَالَ : مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ
وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ
مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ.
254. Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang membaca: “Maha Suci Allah
dan aku memujiNya” dalam sehari seratus kali, maka kesalahannya dihapus
sekalipun seperti buih air laut.” [275]
255- وَقَالَ : مَنْ قَالَ لاَ إِلَـهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، عَشْرَ مِرَارٍ، كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ
أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ.
255.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca:
Laailaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu lahulmulku walahulhamdu wahuwa
‘alaa kulli syaiin qadiir, sepuluh kali, maka dia seperti orang yang
memerdekakan empat orang dari keturunan Ismail.” [276]
256- وَقَالَ : كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ
عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى
الرَّحْمَـانِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ
الْعَظِيْمِ.
256.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Dua kalimat yang ringan di
lidah, pahalanya berat di timbangan (hari Kiamat) dan disenangi oleh Tuhan Yang
Maha Pengasih, adalah: Subhaanallaah wabi-hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim.”
[277]
257- وَقَالَ : لأَنْ أَقُوْلَ سُبْحَانَ
اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ،
أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ.
257.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, apabila aku membaca:
‘Subhaanallah walhamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’. Adalah
lebih senang bagiku dari apa yang disinari oleh matahari terbit.”
[278]
258- وَقَالَ : ((أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ
كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ)) فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ، كَيْفَ
يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: ((يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيْحَةٍ،
فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ
خَطِيْئَةٍ))
258.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apakah seseorang di antara
kamu tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan tiap hari?” Salah seorang di antara
yang duduk bertanya: “Bagaimana di antara kita bisa memperoleh seribu kebaikan
(dalam sehari)?” Rasul bersabda: “Hendaklah dia membaca seratus tasbih, maka
ditulis seribu kebaikan baginya atau seribu kejelekannya dihapus.”
[279]
259- مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ.
259.
“Barangsiapa yang membaca: Subhaanallaahi ‘azhiim wabihamdih, maka ditanam
untuknya sebatang pohon kurma di Surga.” [280]
260- وَقَالَ : ((يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ أَلاَ
أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوْزِ الْجَنَّةِ؟)) فَقُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ
اللهِ، قَالَ: ((قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ))
260.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abdullah bin Qais!
Maukah kamu aku tunjukkan perbendaharaan Surga?” “Aku berkata: “Aku mau, wahai
Rasulullah!” Rasul berkata: “Bacalah: Laa haula walaa quwwata illaa billaah.”
[281]
261- وَقَالَ : أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ
أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ،
وَاللهُ أَكْبَرُ، لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ.
261.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Perkataan yang paling
disenangi oleh Allah adalah empat: Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa ilaaha
illallaah dan Allaahu akbar. Tidak mengapa bagimu untuk memulai yang mana di
antara kalimat tersebut.” [282]
262- جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ فَقَالَ:
عَلِّمْنِيْ كَلاَمًا أَقُوْلُهُ. قَالَ: قُلْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا،
سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ)) قَالَ فَهَؤُلاَءِ لِرَبِّيْ فَمَا لِيْ؟ قَالَ: قُلْ،
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ
وَارْزُقْنِيْ.
262. Seorang
Arab Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu berkata:
‘Ajari aku dzikir untuk aku baca!’ Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‘Katakanlah: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa,
tiada sekutu bagiNya. Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah yang banyak. Maha
Suci Allah, Tuhan sekalian alam dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.’ Orang Badui itu berkata: ‘Kalimat
itu untuk Tuhanku, mana yang untukku?’ Rasul bersabda: ‘Katakanlah: Ya Allah!
Ampunilah aku, belas kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku dan berilah
rezeki kepadaku.” [283]
263- كَانَ الرَّجُلُ إِذَا أَسْلَمَ عَلَّمَهُ
النَّبِيُّ الصَّلاَةَ ثُمَّ أَمَرَهُ أَنْ يَدْعُوَ بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ
وَارْزُقْنِيْ.
263. Seorang
laki-laki apabila masuk Islam, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mengajarinya
shalat, kemudian beliau memerintahkan agar berdoa dengan kalimat ini: ‘Ya Allah,
ampunilah aku, belas kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku, melindungi
(dari apa yang tidak kuinginkan) dan berilah rezeki kepadaku.”
[284]
264- إِنَّ أَفْضَلَ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَأَفْضَلَ الذِّكْرِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ.
264.
Sesungguhnya doa yang terbaik adalah membaca: Alhamdulillaah. Sedang dzikir yang
terbaik adalah: Laa Ilaaha Illallaah.” [285]
265- الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ: سُبْحَانَ اللهِ،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ
وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
265.
Kalimat-kalimat yang baik adalah: “Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha
illallaah, wallaahu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa billaah.”
[286]
---------------------------------
[275] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2071.
[276] HR. Al-Bukhari 7/167, Muslim dengan lafazh yang sama 4/2071.
[277] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2072.
[278] HR. Muslim 4/2072.
[279] HR. Muslim 4/2073.
[280] HR. At-Tirmidzi 5/511, Al-Hakim 1/501. Menurut pendapatnya, hadits tersebut shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Lihat pula Shahihul Jami’ 5/531 dan Shahih At-Tirmidzi 3/160.
[281] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/213 dan Muslim 4/2076.
[282] HR. Muslim 3/1685.
[283] HR. Muslim 4/2072. Abu Dawud menambah: Ke
tika orang Arab Badui berpaling, Nabi n bersabda: “Sungguh dia telah memenuhi kebaikan pada kedua tangannya”. 1/220.
[284] HR. Muslim 4/2073, menurut riwayatnya ada ke terangan: Sesungguhnya kalimat-kalimat tersebut akan
mencukupi dunia dan akhiratmu.
[285] HR. At-Tirmidzi 5/462, Ibnu Majah 2/1249, Al-Hakim 1/503. Menurut Al- Hakim, hadits tersebut adalah shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya, Lihat pula Shahihul Jami’ 1/362.
[286] HR. Ahmad no. 513 menurut penertiban Ahmad Syakir, sanadnya shahih, lihat Majma’uz Zawa’id 1/297, Ibnu Hajar mencantumkannya di Bulughul Maram dari riwayat Abu Sa’id kepada An-Nasa’i. Ibnu Hajar berkata: “Hadits tersebut adalah shahih menurut pendapat Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
[275] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2071.
[276] HR. Al-Bukhari 7/167, Muslim dengan lafazh yang sama 4/2071.
[277] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2072.
[278] HR. Muslim 4/2072.
[279] HR. Muslim 4/2073.
[280] HR. At-Tirmidzi 5/511, Al-Hakim 1/501. Menurut pendapatnya, hadits tersebut shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Lihat pula Shahihul Jami’ 5/531 dan Shahih At-Tirmidzi 3/160.
[281] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/213 dan Muslim 4/2076.
[282] HR. Muslim 3/1685.
[283] HR. Muslim 4/2072. Abu Dawud menambah: Ke
tika orang Arab Badui berpaling, Nabi n bersabda: “Sungguh dia telah memenuhi kebaikan pada kedua tangannya”. 1/220.
[284] HR. Muslim 4/2073, menurut riwayatnya ada ke terangan: Sesungguhnya kalimat-kalimat tersebut akan
mencukupi dunia dan akhiratmu.
[285] HR. At-Tirmidzi 5/462, Ibnu Majah 2/1249, Al-Hakim 1/503. Menurut Al- Hakim, hadits tersebut adalah shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya, Lihat pula Shahihul Jami’ 1/362.
[286] HR. Ahmad no. 513 menurut penertiban Ahmad Syakir, sanadnya shahih, lihat Majma’uz Zawa’id 1/297, Ibnu Hajar mencantumkannya di Bulughul Maram dari riwayat Abu Sa’id kepada An-Nasa’i. Ibnu Hajar berkata: “Hadits tersebut adalah shahih menurut pendapat Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
131- BAGAIMANA CARA NABI SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM MEMBACA TASBIH
266- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ
x قَالَ: رَأَيْتُ
النَّبِيَّ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ.
266. Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu'anhu, dia berkata: “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya.” [287]
---------------------------------
[287] HR. Abu Dawud dengan lafazh yang sama 2/81, At-Tirmidzi 5/521, dan lihat Shahihul Jami’ 4/271, no. 4865.
266. Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu'anhu, dia berkata: “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya.” [287]
---------------------------------
[287] HR. Abu Dawud dengan lafazh yang sama 2/81, At-Tirmidzi 5/521, dan lihat Shahihul Jami’ 4/271, no. 4865.
Menyebarkan Salam
108- MENYEBARKAN
SALAM
109- APABILA ORANG KAFIR MENGUCAPKAN SALAM
224- قَالَ
: ((لاَ تَدْخُلُوا
الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا، وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَ لاَ
أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلاَمَ
بَيْنَكُمْ))
224.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Kamu tidak akan masuk ke Surga
hingga kamu beriman, kamu tidak akan beriman secara sempurna hingga kamu saling
mencintai. Maukah kamu kutunjukkan sesuatu, apabila kamu lakukan akan saling
mencintai? Biasakan mengucapkan salam di antara kamu (apabila bertemu).”
[245]
225- ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ
اْلإِيْمَانَ: اْلإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ،
وَاْلإِنْفَاقُ مِنَ اْلإِقْتَارِ.
225. “Ada tiga
perkara, barangsiapa yang bisa mengerjakannya, maka sungguh telah mengumpulkan
keimanan: 1. Berlaku adil terhadap diri sendiri; 2. Menyebarkan salam ke seluruh
penduduk dunia; 3. Berinfak dalam keadaan fakir.” [246]
226- وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ : أَنَّ رَجُلاً
سَأَلَ النَّبِيَّ : أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ، قَالَ:
((تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ
عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ))
226. Dari
Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu, dia berkata: “Sesungguhnya seorang laki-laki
bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, manakah ajaran Islam yang
lebih baik?” Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah engkau
memberi makanan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak.”
[247]
---------------------------------
[245] HR. Muslim 1/74, begitu juga imam yang lain.
[246] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/82, dari hadits ‘Amar z secara mauquf muallaq.
[247] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/55, Muslim 1/65.
[245] HR. Muslim 1/74, begitu juga imam yang lain.
[246] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/82, dari hadits ‘Amar z secara mauquf muallaq.
[247] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/55, Muslim 1/65.
109- APABILA ORANG KAFIR MENGUCAPKAN SALAM
227- إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ
فَقُوْلُوْا: وَعَلَيْكُمْ.
227. “Apabila
ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, jawablah: Wa 'alaikum.”
[248]
---------------------------------
[248] HR.
Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/42, Muslim 4/1705.
Subscribe to:
Posts (Atom)