-->

Wednesday, May 10, 2017

KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN

Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap minggu, dengan setiap hari membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia, seperti : Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Abdullah bin Amr :  "Bacalah Al-Qur'an itu dalam setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan Haasyiatu Muqaddimatit Tafsir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)

MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN LAINNYA

Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat manusia dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan paling sempurna.

QIYAM RAMADHAN

1.     Dalilnya
1.      Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih)
2.      Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan seraya bersabda : "Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan ibunya." (HR. An Nasa'i, katanya : yang benar adalah dari Abu Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6, hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.

PESAN DAN NASIHAT

Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda, kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya, baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?

PUASA YANG DISUNATKAN

Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15 (disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari ‘Asyuraa (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi. 

KEWAJIBAN ORANG YANG BERPUASA

Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram. 

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

a.      Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
b.      Jima' (bersenggama).
c.      Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
d.      Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.

HUKUM JIMA’ PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN

Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-gadha dan membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin, dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala."Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab Majalisu Syahri Ramadhan, him. 102-108.

HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN

Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
a.      Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala : " …..Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka), maka wajiblah banginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain... " (Al-Baqarah:184). Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.

SUNAH-SUNAH PUASA

Sunah puasa ada enam :
a.      Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
b.      Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
c.      Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
d.      Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya, tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
e.      Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a :
"Ya Allah hanya untuk-Mu aku berpuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "

f.       Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air. 

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN

1.     Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2.     Kapan  dan  bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
3.     Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4.     Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5.     Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6.     Syarat sahnya puasa. Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
  1. Islam   : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
  2. Akal    : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
  3. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
  4. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
  5. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
  6. Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. "(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi.  Ia adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.

FIKIH

FIKIH QURBAN


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis)

Pengertian Udh-hiyah

Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Keutamaan Qurban

Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berqurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Disamping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (lih. Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)

TUNTUNAN IBADAH DI BULAN RAMADHAN

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala. Kita memuji, memohan pertolongan dan meminta ampun kepadaNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wata’ala maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan oleh Allah  maka tidak ada yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan RasulNya.

Hanya kepada Allah saya memohan petunjuk, taufik serta kekuatan untuk selalu menjauhi laranganNya, untuk diri saya sendiri dan untuk segenap umat Islam. Dan mudah-mudahan Dia menjauhkan kita dari hal-hal yang diharamkan serta menjaga kita dari hal-hal yang buruk, sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia Maha Penyayang  di antara para penyayang.

DAFTAR ISI :

KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN

1.      Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Islam didirikan di atas lima sendi, yaitu : syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke Baitul Haram." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Puasa itu untuk-Ku dan Aku langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua  kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:

KEUTAMAAN PUASA

1.     Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, ‘Kecuali puasa, itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku. 'Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi."
2.     Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan berpuasa adalah mubah-, kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti : dusta, kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan kehormatannya. Untuk itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari) .
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna ber-taqawub kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram. Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal yang haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat agar kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar kuat beramal (bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam keadaan ibadah pada siang dan malam harinya.Dikabulkan do'anya ketika berpuasa dan berbuka. Pada siang harinya ia adalah  orang yang berpuasa dan sabar, sedang pada malam harinya ia adalah  orang yang memberi makan dan bersyukur.
3.     Syarat mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan yang halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang  menahan diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah, dan tidak dikabulkan doanya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
1.      Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
2.      Jihad pada malam hari dengan shalat malam.

Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini, memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan kepadanya pahala yang tak terhitung. Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163,165 dan 183.

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

1.      Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu :
Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya, pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat, juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2.      Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath Thabrani, dan  para  periwayatnya terpercaya)., Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan olehAn-Nasa'i dan Al-Baihaqi, keduanya ari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi setahuku dia tidak pernah mendengar darinya."
3.      Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu : bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga), Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu, pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya." (HR. Ahmad)" Isnad hadits tersebut dha'if, dan diantara bagiannya ada nash-nash lain yang memperkuatnya. 

Monday, May 8, 2017

LAILATUL QADAR

Allah Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (Al-Qadr: 1-5), Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman : "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (Ad Dukhaan : 3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala : "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata : "Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah : "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4).

TAUBAT DAN ISTIGHFAR

A.     Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman : "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampauli batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zumar: 53), "Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An-Nur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).

SYARAT-SYARAT TAUBAT

Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga syarat taubat :
1.      Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
2.      Menyesali perbuatannya.
3.      Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan. Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.  Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.

BERPISAH DENGAN RAMADHAN

Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian”. "Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu."
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "

PERINGATAN

Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja  dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur : 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At-Tahrim : 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.

CATATAN PENTING

1.      Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta'ala berfirman : "Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf." (Al-A'raaf: 31). Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar : "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan." (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi : “Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa snap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya." (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)

FATWA-FATWA PENTING

A.     FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA :
v      Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab : "Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan "Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum"  peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
v       Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau : "Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa'i). "Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau : "Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa." (HR. Muslim).
v      Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab : "Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka." (HR. Muslim).
v      Hamzah bin 'Amr pernah bertanya : "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab : "Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa." (HR. Muslim).
v      Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab : "Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun." (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
v      Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah  meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab : "Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)

ZAKAT FITRAH

Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1.      Firman Allah Ta'ala : "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2.      Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)" (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha'  (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.

HIKMAH DISYARI’ATKANNYA ZAKAT FITRAH

Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a.      Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya.
b.      Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.

HARI RAYA

Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman : "Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
(Yunus: 58).

PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA

Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman : "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallah u 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan  hamdalah, dan bersabda : "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata : "Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya  ataupun sesudahnya." (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).

Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.

KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL

Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda : "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1.      Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2.      Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3.      Membiasakan  puasa  setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.      Puasa Ramadhan sebagaimana disebutkan di muka dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali." (An-Nahl: 92)
5.      Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang  dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar : "Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang  dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.

Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

Keutamaan Tasbih, Tahmid, Tahlil, dan Takbir

130- KEUTAMAAN TASBIH, TAHMID, TAHLIL DAN TAKBIR


254- قَالَ : مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِيْ يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ.
254. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang membaca: “Maha Suci Allah dan aku memujiNya” dalam sehari seratus kali, maka kesalahannya dihapus sekalipun seperti buih air laut.” [275]
255- وَقَالَ : مَنْ قَالَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، عَشْرَ مِرَارٍ، كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ.
255. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca: Laailaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu lahulmulku walahulhamdu wahuwa ‘alaa kulli syaiin qadiir, sepuluh kali, maka dia seperti orang yang memerdekakan empat orang dari keturunan Ismail.” [276]
256- وَقَالَ : كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَـانِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ.
256. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Dua kalimat yang ringan di lidah, pahalanya berat di timbangan (hari Kiamat) dan disenangi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, adalah: Subhaanallaah wabi-hamdih, subhaanallaahil ‘azhiim.” [277]
257- وَقَالَ : لأَنْ أَقُوْلَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ.
257. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, apabila aku membaca: ‘Subhaanallah walhamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’. Adalah lebih senang bagiku dari apa yang disinari oleh matahari terbit.” [278]
258- وَقَالَ : ((أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ)) فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ، كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: ((يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيْحَةٍ، فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيْئَةٍ))
258. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan tiap hari?” Salah seorang di antara yang duduk bertanya: “Bagaimana di antara kita bisa memperoleh seribu kebaikan (dalam sehari)?” Rasul bersabda: “Hendaklah dia membaca seratus tasbih, maka ditulis seribu kebaikan baginya atau seribu kejelekannya dihapus.” [279]
259- مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ.
259. “Barangsiapa yang membaca: Subhaanallaahi ‘azhiim wabihamdih, maka ditanam untuknya sebatang pohon kurma di Surga.” [280]
260- وَقَالَ : ((يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوْزِ الْجَنَّةِ؟)) فَقُلْتُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: ((قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ))
260. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai Abdullah bin Qais! Maukah kamu aku tunjukkan perbendaharaan Surga?” “Aku berkata: “Aku mau, wahai Rasulullah!” Rasul berkata: “Bacalah: Laa haula walaa quwwata illaa billaah.” [281]
261- وَقَالَ : أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ أَرْبَعٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، لاَ يَضُرُّكَ بِأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ.
261. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Perkataan yang paling disenangi oleh Allah adalah empat: Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa ilaaha illallaah dan Allaahu akbar. Tidak mengapa bagimu untuk memulai yang mana di antara kalimat tersebut.” [282]
262- جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ فَقَالَ: عَلِّمْنِيْ كَلاَمًا أَقُوْلُهُ. قَالَ: قُلْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ)) قَالَ فَهَؤُلاَءِ لِرَبِّيْ فَمَا لِيْ؟ قَالَ: قُلْ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ.
262. Seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, lalu berkata: ‘Ajari aku dzikir untuk aku baca!’ Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Katakanlah: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah yang banyak. Maha Suci Allah, Tuhan sekalian alam dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.’ Orang Badui itu berkata: ‘Kalimat itu untuk Tuhanku, mana yang untukku?’ Rasul bersabda: ‘Katakanlah: Ya Allah! Ampunilah aku, belas kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku dan berilah rezeki kepadaku.” [283]
263- كَانَ الرَّجُلُ إِذَا أَسْلَمَ عَلَّمَهُ النَّبِيُّ الصَّلاَةَ ثُمَّ أَمَرَهُ أَنْ يَدْعُوَ بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ وَارْزُقْنِيْ.
263. Seorang laki-laki apabila masuk Islam, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mengajarinya shalat, kemudian beliau memerintahkan agar berdoa dengan kalimat ini: ‘Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihanilah aku, berilah petunjuk kepadaku, melindungi (dari apa yang tidak kuinginkan) dan berilah rezeki kepadaku.” [284]
264- إِنَّ أَفْضَلَ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَأَفْضَلَ الذِّكْرِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ.
264. Sesungguhnya doa yang terbaik adalah membaca: Alhamdulillaah. Sedang dzikir yang terbaik adalah: Laa Ilaaha Illallaah.” [285]
265- الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ.
265. Kalimat-kalimat yang baik adalah: “Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa billaah.” [286]
---------------------------------
[275] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2071.
[276] HR. Al-Bukhari 7/167, Muslim dengan lafazh yang sama 4/2071.
[277] HR. Al-Bukhari 7/168, Muslim 4/2072.
[278] HR. Muslim 4/2072.
[279] HR. Muslim 4/2073.
[280] HR. At-Tirmidzi 5/511, Al-Hakim 1/501. Menurut pendapatnya, hadits tersebut shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya. Lihat pula Shahihul Jami’ 5/531 dan Shahih At-Tirmidzi 3/160.
[281] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/213 dan Muslim 4/2076.
[282] HR. Muslim 3/1685.
[283] HR. Muslim 4/2072. Abu Dawud menambah: Ke
tika orang Arab Badui berpaling, Nabi n bersabda: “Sungguh dia telah memenuhi kebaikan pada kedua tangannya”. 1/220.
[284] HR. Muslim 4/2073, menurut riwayatnya ada ke terangan: Sesungguhnya kalimat-kalimat tersebut akan
mencukupi dunia dan akhiratmu.
[285] HR. At-Tirmidzi 5/462, Ibnu Majah 2/1249, Al-Hakim 1/503. Menurut Al- Hakim, hadits tersebut adalah shahih. Imam Adz-Dzahabi menyetujuinya, Lihat pula Shahihul Jami’ 1/362.
[286] HR. Ahmad no. 513 menurut penertiban Ahmad Syakir, sanadnya shahih, lihat Majma’uz Zawa’id 1/297, Ibnu Hajar mencantumkannya di Bulughul Maram dari riwayat Abu Sa’id kepada An-Nasa’i. Ibnu Hajar berkata: “Hadits tersebut adalah shahih menurut pendapat Ibnu Hibban dan Al-Hakim.

131- BAGAIMANA CARA NABI SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM MEMBACA TASBIH

266- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ x قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ.


266. Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu'anhu, dia berkata: “Aku melihat Rasulullah menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya.” [287]


---------------------------------
[287] HR. Abu Dawud dengan lafazh yang sama 2/81, At-Tirmidzi 5/521, dan lihat Shahihul Jami’ 4/271, no. 4865.

Menyebarkan Salam

108- MENYEBARKAN SALAM


224- قَالَ : ((لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا، وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَ لاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ))
224. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Kamu tidak akan masuk ke Surga hingga kamu beriman, kamu tidak akan beriman secara sempurna hingga kamu saling mencintai. Maukah kamu kutunjukkan sesuatu, apabila kamu lakukan akan saling mencintai? Biasakan mengucapkan salam di antara kamu (apabila bertemu).” [245]
225- ثَلاَثٌ مَنْ جَمَعَهُنَّ فَقَدْ جَمَعَ اْلإِيْمَانَ: اْلإِنْصَافُ مِنْ نَفْسِكَ، وَبَذْلُ السَّلاَمِ لِلْعَالَمِ، وَاْلإِنْفَاقُ مِنَ اْلإِقْتَارِ.
225. “Ada tiga perkara, barangsiapa yang bisa mengerjakannya, maka sungguh telah mengumpulkan keimanan: 1. Berlaku adil terhadap diri sendiri; 2. Menyebarkan salam ke seluruh penduduk dunia; 3. Berinfak dalam keadaan fakir.” [246]
226- وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ : أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ، قَالَ: ((تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ))
226. Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu, dia berkata: “Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, manakah ajaran Islam yang lebih baik?” Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah engkau memberi makanan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak.” [247]
---------------------------------
[245] HR. Muslim 1/74, begitu juga imam yang lain.
[246] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/82, dari hadits ‘Amar z secara mauquf muallaq.
[247] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/55, Muslim 1/65.

109- APABILA ORANG KAFIR MENGUCAPKAN SALAM

227- إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُوْلُوْا: وَعَلَيْكُمْ.
227. “Apabila ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, jawablah: Wa 'alaikum.” [248]
---------------------------------
[248] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 11/42, Muslim 4/1705.