-->

Monday, January 27, 2014

Sebelum kita membahas Perayaan Ulang Tahun Menurut Islam, kita cari tahu dulu asal-usul perayaan ulang tahun itu sendiri, ulang tahun yang sering dirayakan oleh banyak orang asalnya adalah tradisi yang sudah sering diadakan di benua eropa sudah lama.
Pada jamannya dahulu adat ulang tahun dimaksudkan untuk menghindari dari gangguan setan yang dipercaya bahwa dengan diadakannya ulang tahun yang dirayakan dengan mengundang teman-teman mereka, serta keluarganya agar ditemani dengan membaca do’a dan puji-pujian bagi yang ulang tahun. Disini jelas bahwa ulang tahun adalah warisan dari jaman suramnya eropa.

Acara ulang tahun ini dahulunya hanya dirayakan dikalangan kerajaan akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman sekarang ini dirayakan oleh siapa saja tidak terkecuali orang yang berekonomi lemah pun bisa merayakannya tapi yang mampu pastinya.
Dari asal usul ini maka jelaslah bahwa Perayaan Ulang Tahun Menurut Islam tidak pernah mengajarkan untuk merayakan ulang tahun.

Kemudian bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW? Bukankah itu perayaan ulang tahun juga?

Sebenarnya hadits atau dalil yang pasti tentang maulid itu sendiri masih dipertentangkan oleh para ulama dan Nabi pun tidak pernah mengajarkan perayaan maulid itu sendiri. Dari beberapa acara maulid yang ada pun bukannya perayaan untuk berpesta tetapi kita dapat mengambil sisi positifnya yaitu dengan merayakan maulid Nabi berdasarkan kisah Sultan Shalahuddin al Ayubi bahwa untuk membangkitkan spirit jihad rakyat palestina yang dikala itu dikuasai oleh pasukan salib eropa dengan perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Agar para umat islam dikala itu mengenang kembali perjuangan Rasulullah dalam memperjuangkan islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Maka berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mengusir Pasukan Salib Eropa. Jadi Maulid nabi bukan dalil dbolehkannya pesta ultah
Bagaimana Perayaan Ulang Tahun Menurut Islam? Sedangkan tradisi ulang tahun itu sendiri adalah bukan budaya Islam dan diluar ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Abu Dawud). 
Dalam riwayat lain. Rasulullah SAW bersabda :
Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu tetap mengikuti merekaKami bertanya : Wahai Rasulullahapakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani?Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari Muslim). 
Dari beberapa hadits nabi jelaslah bahwa apabila kita mengikuti adat suatu kaum maka kita termasuk golongan mereka.              
Perayaan Ulang Tahun Menurut Islam adalah haram hukumnya walaupun dengan diadakan seperti berdo’a dan makan-makan yang diadakan pada hari ulang tahun itu sendiri, berdoa dan makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang tahun, maka akan terkena hukum haram ber-tasyabbuh bil kuffar. Jadi di sini akan bertemu hukum haram dan halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan yang haram daripada yang halal sebab kaidah syara’ menyebutkan : “Idza ijtama’a al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala.” Artinya, “Jika bertemu halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal.” (Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim). 
Dengan demikian, jika merayakan ultah diartikan sebagai “berdoa dan makan-makan”, dan dilaksanakan pada hari ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar’i di atas. Akan tetapi jika dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya –wallahu a’lam bi ash shawab– menurut pemahaman adalah mubah secara syar’i. Sebab hal itu tidak termasuk tasyabbuh bil kuffar karena yang dilakukan pada faktanya adalah “berdoa plus makan-makan”, yang mana keduanya adalah boleh secara syar’i. Lagi pula hal itu dilakukan tidak pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal dan haram sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ulang tahun. Wallahu a’lam. 
Allah SWT Berfirman : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. ali Imrân [3] : 85). dan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isrâ’ [17] : 36). 
Rasullah SAW juga bersabda : Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (al-Qur’an). (Hadits ke-41 dalam Hadits al-Arba’in karya Imam Nawawi).
Sumber dari  Tabloid NOVA, 679/XIV, 4 Maret 2001 dan ansufri-islam.blogspot.com

Ulang Tahun, Perlukah?

Satu jam setengah yang lalu aku baru saja meninggalkan tanggal hari ulang tahunku yang ke-21, jadi satu setengah jam yang lalu, secara resmi aku meninggalkan 20 tahun kehidupanku yang lalu menuju kehidupanku kedepan yang baru. Aku jujur saja tidak suka merayakan ulang tahun, karena bagi saya, hal itu tidaklah terlalu penting. Lha wong tambah mendekati kematian kok dirayakan. Ya memang seharusnya kita bersyukur karena masih diberi umur panjang, tapi kan bersyukur tidak harus pada tanggal kelahiran saja, seharusnya setiap hari, setiap detik kita bersyukur karena kita masih diberi umur panjang. Tentang harapan dan doa-doa itu kan bisa kita ucapkan setiap saat, tidak harus menunggu datangnya tanggal ulang tahun kita. Ironisnya lgi, ada saja yang merayakan tanggal kelahiran mereka dengan menghabiskan uang sebegitu banyaknya, sampai ratusan juta, bahkan milyaran. Apa tidak mubazir hal seperti itu? lebih baik disumbangkan saja ke fakir miskin, jelas berkahnya. 

Sebenarnya siapa sih yang memulai perayaan ulang tahun? apa dasarnya? bagaimana pandangan agama saya, islam tentang perayaan ulang tahun ini?

Setelah saya googling-googling dari berbagai sumber, akhirnya ada beberapa jawaban yang saya dapat, yaitu dari Pustaka Al-Atsar dan blognya Sdr. Rahmat,


Anda pasti pernah mendapat undangan perayaan ulang tahun dari keluarga, teman, rekan kerja, relasi bisnis, atau orang tuanya teman anak-anak kita. Anda mungkin memenuhinya atau mungkin juga tidak, tentunya dengan bermacam-macam alasan. Atau mungkin anda sendiri pernah merayakan hari ulang tahun anda atau anak-anak anda, entah dengan pesta sederhana sampai pesta yang meriah atau dengan acara do’a dan tausiah, atau dengan bentuk-bentuk lainnya yang menurut anda baik.
Pertanyaan tentang “bagaimana sih hukum ulang tahun menurut islam?” sudah sering ditanyakan oleh kaum muslimin. Perdebatan di dunia maya maupun dunia nyata sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, masing-masing mengusung argumentasi, yang ujung-ujungnya berakhir dengan kondisi “masing-masing”. Tidak ada kesimpulan yang bisa meyakinkan satu sama lain. Yang berkeyakinan tidak boleh seringkali tidak mempunyai argumentasi yang mantab. Yang berkeyakinan boleh pun sebenarnya ada ganjalan di hatinya. Itulah Fitrah dan Hawa Nafsu. Fitrah manusia yang  lurus akan selalu berusaha mencari kebenaran untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya. Sedangkan Hawa Nafsu tabiatnya adalah selalu mengajak kepada hal-hal yang menyenangkan dirinya.
Pertanyaan seperti ini sebenarnya merupakan bentuk perhatian dan kecemburuan (ghiroh) terhadap agamanya. Nah, jika anda merasa mempunyai rasa kecemburuan terhadap agama yang mulia ini (Islam), mudah-mudahan risalah sederhana ini dapat membantu menjelaskan perkara ulang tahun ini dengan jelas, sehingga anda pun tidak ragu-ragu lagi dengan hukumnya.
Dari Mana dan Untuk Apa?
Pengetahuan tentang asal-usul sesuatu akan membantu untuk memahami hakikat adanya sesuatu itu. Apa latar belakangnya, apa tujuannya, hal-hal apa yang berkaitan dengannya, dan berbagai informasi lainnya. Demikian juga tentang ulang tahun ini. Dengan mengetahui asal-usul acara ulang tahun ini, akan menjadi jelaslah ketika hukumnya ditetapkan, dan akan menjadi indah ketika hikmahnya ditemukan.
Penelusuran asal-usul perayaan ulang tahun akan banyak ditemukan dalam situs-situs berbahasa inggris, salah satunya ditemukan dalamhttp://wiki.answers.com/Q/What_is_the_origin_of_birthday_celebrations, yang kemudian diterjemahkan sebagai berikut:
Dalam buku The Encyclopaedia Americana edisi 1991 menyebutkan: Dunia Mesir kuno, Yunani, Roma, dan Persia telah merayakan hari kelahiran Tuhan-tuhan, Raja-raja, dan para ksatria. Ralp dan Adelin Linton mengungkapkan hal ini dalam buku mereka yang berjudul The Lore of Birthdays. Dalam buku tersebut mereka menuliskan: Mesopotamia dan Mesir, yang merupakan tempat kelahiran peradaban, juga merupakan tempat pertama dimana para laki-laki mengingat dan memuliakan hari kelahiran mereka. Menjaga catatan hari kelahiran menjadi prinsip yang sangat penting pada masa itu karena tanggal kelahiran sangat penting untuk menjatuhkan ramalan.
Jadi ada hubungan langsung antara praktek perayaan hari kelahiran Paganisme dengan Astrologi (ilmu perbintangan dan peramalan nasib).
Perhatikan apa yang ditulis dalam Injil tentang ilmu perbintangan dan peramalan nasib (Yesaya 47:13-15): Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau, orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang mnilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu! Sesungguhnya, mereka sebagai jermai yang dibakar api; mereka tidak dapat melepaskan nyawanya dari kuasa nyala api; api itu bukan bara api untuk memanaskan diri, bukan api untuk berdiang! Demikianlah faedahnya bagimu dari tukang-tukang jampi itu, yang telah kaurepotkan dari sejak kecilmu; masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, masing-masing mereka terhuyung-huyung ke segala jurusan, tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau.
Tidak mengherankan jika kaum Yahudi kuno tidak merayakan hari kelahiran karena mereka menganggap hal itu adalah Paganisme. Begitu juga di dalam buku The World Book Encyclopaedia Volume 3 halaman 416, menyebutkan bahwa kaum Kristen di masa awal tidak merayakan hari kelahiran Yesus karena mereka menganggap bahwa perayaan hari kelahiran adalah tradisi Paganisme.

Pada masa Herodeslah acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam Injil Matius: Tetapi  pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes. (Matius 14 : 6). Orang Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani Romawi. Beberapa batang lilin dinyalakan sesuai dengan usia orang yang berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun dibuatnya dan dalam pesta itu, kue besar dipotong dan lilinpun ditiup. (Baca buku Parasit Aqidah. A.D. El. Marzdedeq, Penerbit Syaamil, hal. 298)
Dalam pencarian lainnya, tulisan-tulisan yang dimuat tidak lepas dari buku The Lore of Birthdays karangan Ralp dan Adelin Linton. Salah satu kutipan dari buku tersebut adalah: “The Greeks believed that everyone had a protective spirit or daemon who attended his birth and watched over him in life. This spirit had a mystic relation with the god on whose birthday the individual was born.” (Orang-orang Yunani meyakini bahwa setiap orang mempunyai arwah atau jin yang menjaganya yang hadir pada hari kelahirannya dan mengawasinya sepanjang hidupnya. Arwah ini mempunyai hubungan mistis dengan dewa pada saat hari dimana seseorang dilahirkan).

Hukum Merayakan Ulang Tahun
Perayaan ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak bernilai ibadah.

Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:

1. Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah bid’ah. Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban, masuklah dia dalam kategori pembuat bid’ah.

2. Ulang tahun adalah produk Barat/ non muslim
Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan.

Seolah pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.

3. Apakah Manfaat Merayakan Ulang Tahun?
Selain itu perlu juga kita renungkan sebagai muslim, apakah tujuan dan manfaat sebenarnya bisa kitadapat dari perayaan ini? Adakah nilai-nilai positif di dalamnya? Ataukah sekedar meneruskan sebuah tradisi yang tidak ada landasannya? Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?

Pertanyaan berikutnya,adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu atau amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertanyaan berikutnya dan ini akan menjadi sangat penting, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?

Yang terkahir namun tetap penting, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini ‘harus’ dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.

Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah ‘sesuatu’ yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
Kalau menimbang-nimbang pernyataan di atas, ada baiknya kita yang sudah terlanjur merayakan ulang tahun buat anak atau bahkan untuk diri kita sendiri melakukan evaluasi besar.

Sebaliknya, mungkin ada baiknya pemikiran yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Al-Qradawi tentang ulang tahun untuk anak. Misalnya, pada saat anak itu berusia 7 tahun, tidak ada salahnya kita ajak dia untuk menyampaikan pesan-pesan dalam acara khusus tentang keadaannya yang kini menginjak usia 7 tahun. Di mana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para orang tua untuk menyuruh anaknya shalat di usia itu.

Bolehlah dibuat acara khusus untuk penyampaian pesan ini, agar terasa ada kesan tertentu di dalam diri si anak. Bahwa sejak hari itu, dirinya telah mendapatkan sebuah tugas resmi, yaitu diperintahkan untuk shalat.

Nanti di usia 10 tahun, hal yang sama boleh dilakukan lagi, yaitu sebagaimana perintah Rasulullah SAW untuk menambah atau menguatkan lagi perintah shalat. Kali ini dengan ancaman pukulan bila masih saja malas melakukan shalat. Bolehlah diadakan suatu acara khusus di mana inti acaranya menetapkan bahwa si anak hari ini sudah berusia 10 tahun, di mana Rasulullah SAW membolehkan orang tua memukul anaknya bila tidak mau shalat.

Kira-kira usia 15 tahun lebih kurangnya, ketika anak pertama kali baligh, boleh juga diadakan acara lagi. Kali ini orang tua menegaskan bahwa anak sudah termasuk mukallaf, sehingga semua hitungan amalnya baik dan buruk sejak hari itu akan mulai dicatat. Bolehlah pada hari itu orang tua membuat acara khusus yang intinya menyampaikan pesan-pesan ini.

Jadi bukan tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, lalu tiup lilin, potong kue, bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan kalau mau jujur, justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor pada tradisi bangsa lain.

Bukankah Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari padanya? Lalu mengapa kita bangsa Islam ini harus mengekor pada tradisi bangsa lain yang jauh lebih rendah? 

Friday, January 24, 2014

20:30

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ, رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)”.
“Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya”. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (QS. Ali Imran [3]: 8-9)

Friday, January 17, 2014

Lima Tanda Kiamat: dari Polisi, Buruh Wanita, dan Banyaknya Masjid

KIAMAT adalah suatu keniscayaan. Bukan hanya sekadar kehancuran kecil karena bencana alam dan ulah manusia, tapi juga karena Allah swt sudah menghendakinya demikian.  Dan Allah swt pun, lewat Nabi Muhammad saw, sudah memberikan perincian bagaimana kiamat akan terjadi.
Berikut adalah tanda-tanda kiamat yang ada di sekeliling kita dan sudah terjadi.
1. Menggembungnya bulan. Telah bersabda Rasulullah saw : “Di antara sudah mendekatnya kiamat ialah menggembungnya bulan sabit (awal bulan),” dishahihkan  AlBaani di Ash Shahihah nomor 2292. Dalam riwayat yang lain dikatakan “Di antara sudah dekatnya hari kiamat ialah bahwa orang akan melihat bulan sabit seperti sebelumnya, maka orang akan mengatakan satu bentuk darinya untuk dua malam dan masjid akan dijadikan tempat untuk jalan jalan serta banyaknya orang yang mati mendadak,” (Ash Shahiihah AlBani 2292).
Sekarang ini, satu bulan sabit hampir selalu dihitung dua kali. Tentu kita masih ingat, bahwa umat Islam hampir selalu bertengkar menentukan bulan sabit untuk Ramadhan, Syawal dan Idhul adha .  Antara ru’yat tidak sama cara melihatnya , dengan hisab.
2. Tersebarnya banyak pasar. Rasulullah bersabda: “Kiamat hampir akan terjadi apabila sudah banyak perbuatan bohong, masa (waktu) akan terasa cepat berlalu, dan pasar pasar akan berdekatan (jaraknya karena saking banyaknya),” (sahih Ibnu Hibban).
Lihatlah sekarang, pasar ada dimana-mana. Mall semakin banyak, supermarket di mana-mana. Belum lagi kalau kita hitung dengan mart-mart yang bahkan masuk sampai ke pelosok desa.
3. Wanita ikut bekerja seperti laki laki. Rasulullah bersabda : “Pada pintu gerbang kiamat, orang-orang hanya akan mengucapkan salam kepada orang yang khusus(dikenal) saja, dan berkembangnya perniagaan sehingga wanita ikut seperti suaminya (bekerja/berdagang),” Hadist Shahih Ahmad.
Sekarang karena emansipasi wanita, wanita yang bekerja sudah banyak dan bisa kita temui dimana-mana. Anak diurus oleh mertua atau pembantu.
4. Banyaknya polisi. Rasululah bersabda : “Bersegeralah kamu melakukan amal shalih sebelum datang enam perkara : pemerintahan orang orang jahil, banyaknya polisi, penjual belian hokum atau jabatan, memandang remeh terhadap darah, pemutusan silaturrahim, adanya manusia yang menjadikan Al-Qur’an sebagai seruling dimana mereka menunjuk seorang imam untuk sholat jamaah agar ia dapat menyaksikan keindahannya dalam membaca Al-QUr’an meskipun ia paling sedikit ke-faqihannya,” Musnad Ahmad, At Thabrani, Ash Shaihhah AlBani 979.
5. Manusia akan bermegah-megah dalam membangun masjid.Rasulullah bersabda “Tidak akan terjadi kiamat hingga manusia berbangga bangga dengan masjid,” (hadist sahih musnad Ahmad3:134,145, An Nasa’i 2:32, Abu Dawud 449,Ibnu Majah 779). Padahal Rasulullah di lain tempat berkata “Aku tidak diutus untuk menjulangkan masjid-masjid,” (sahih sunan Abu Dawud : 448).

Muhasabah

Kita terkadang tidak tau apa yang kita ketahui. tidak tahu sebenarnya kemampuan kita. Dan tidak tahu siapa diri kita sebenarnya. Maka, mulailah bersahabat dengan diri sendiri. Karna Banyak potensi berasal dari sini. Karena yang dapat mengoptimalkan dirimu adalah diri kamu sendiri